Kopi Banyuwangi Tembus Pasar Eropa, Produksi per Tahun Lebih 10 Ribu Ton

 2,541 total views,  1 views today

PRODUK UNGGUL: Bupati Ipuk didampingi Plt. Kepala Dispertan Ilham Juanda meninjau hasil panen kopi rakyat dalam rangkaian Pesta Rakyat Kopi Gombengsari Agustus 2023 lalu. (Ramada Kusuma/Radar Banyuwangi)
PRODUK UNGGUL: Bupati Ipuk didampingi Plt. Kepala Dispertan Ilham Juanda meninjau hasil panen kopi rakyat dalam rangkaian Pesta Rakyat Kopi Gombengsari Agustus 2023 lalu. (Ramada Kusuma/Radar Banyuwangi)

RadarBanyuwangi.id – Masyarakat Banyuwangi patut bangga. Saat pamor kopi di kancah dunia terus menanjak, kabupaten the Sunrise of Java berhasil mempertahankan “hegemoni”.

Betapa tidak, rata-rata produksi kopi di Banyuwangi mencapai 10 ribu ton lebih per tahun.

Sebagaimana diketahui, Organisasi kopi internasional atau International Coffee Organization (ICO) telah menetapkan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kopi Sedunia.

Keputusan ini pertama kali disampaikan pada 1 Oktober 2015 di Milan, Italia.

Di sisi lain, nun jauh dari negara spaghetti tersebut, ada satu kabupaten di ujung timur Pulau Jawa yang perannya tidak bisa dipandang sebelah mata dalam kancah perkopian internasional. Kabupaten tersebut adalah Banyuwangi.

Ya, Banyuwangi merupakan salah satu sentra kopi robusta terbesar di Jatim. Luas kebun kopi di Bumi Blambangan mencapai 15 ribu hektare (Ha) yang tersebar di Kecamatan Kalipuro, Kalibaru, Glenmore, dan Songgon.

Jumlah produksinya rata-rata mencapai 10.673 ton alias 10 juta kilogram (kg) lebih per tahun.

Bahkan, kopi Banyuwangi tidak hanya dipasarkan di pasar lokal dan nasional. Lebih dari itu, kopi produksi Bumi Blambangan juga telah menembus pasar ekspor. Termasuk ke Italia dan Swiss. Ekspor perdana telah dilakukan pada September 2020 lalu.

Ekspor kopi ke Eropa tersebut salah satunya dilakukan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XII. Sebagian besar kopi yang diekspor berasal dari Kebun Malangsari.

Kedua, budi daya kopi rakyat masih dikelola secara sederhana dari on farm dan off farm-nya. Dari sisi on farm, budi daya kopi sebagaimana budi daya pertanian lainnya secara umum terdampak oleh perubahan iklim.

Ketiga, brand image kopi robusta Banyuwangi belum sekuat kopi-kopi Nusantara lainnya karena belum memiliki sertifikat Indikasi Geografis (IG).

“Oleh karena itu, selama dua tahun terakhir ini di samping peningkatan kualitas on farm, pada sisi off farm kami fokus pada proses standardisasi sertifikasi kopi robusta Banyuwangi. Semoga tahun depan 2024 sudah terbit sertifikat IG kopi tersebut,” ujarnya.

Proroses identifikasi, standardisasi, dan sertifikasi IG kopi dilakukan menggandeng para ahli dari Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao) Indonesia yang berkantor di Jember.

Ilham menyebut, Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten penghasil kopi yang cukup penting di Provinsi Jatim. Pada tahun 2022 tercatat luas pertanaman kopi rakyat di Banyuwangi mencapai 9.778 Ha.

Secara umum ada tiga jenis kopi yang ditanam di wilayah Banyuwangi, yakni kopi jenis Robusta, Arabika, dan sebagian kopi jenis golongan Exelsa.

“Banyuwangi merupakan salah satu lumbung penting kopi Robusta di Jawa Timur. Pengembangan agribisnis komoditas kopi jenis Robusta di Banyuwangi masih cukup terbuka, baik melalui program perluasan, intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas, maupun perbaikan mutu dan pengembangan industri hilir,” kata dia. (sgt)

Sumber: https://radarbanyuwangi.jawapos.com/ekonomi-bisnis/753036236/kopi-banyuwangi-tembus-pasar-eropa-produksi-per-tahun-lebih-10-ribu-ton?page=2

Leave a Reply

Your email address will not be published.